Penyandang disabilitas merupakan salah satu kelompok masyarakat yang memiliki risiko tinggi saat terjadi bencana. Risiko ini muncul karena beragam hambatan akses dan lingkungan serta stigma masyarakat terhadap para disabilitas. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas, pada pasal 11 menyebutkan bahwa negara mempunyai kewajiban untuk melindungi penyandang disabilitas dalam situasi darurat kemanusiaan. Perwujudan dari pasal ini dapat diimplementasikan dengan memberdayakan dan mendorong partisipasi penyandang disabilitas terhadap penanggulangan bencana (PB).
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Arbeiter-Samariter-Bund (ASB) Indonesia and the Philippines melalui kerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia menerbitkan Kurikulum Pelatihan Penanggulangan Bencana Inklusif untuk Penyandang Disabilitas dan Fasilitator Penanggulangan Bencana Inklusif.
Kurikulum ini dikembangkan untuk merevisi kurikulum yang telah dimiliki BNPB sejak 2014, dengan mempertimbangkan perubahan kebijakan dan peraturan terkait inklusi disabilitas dalam penanggulangan bencana di tingkat nasional dan global. Isi di dalamnya mencakup paket-paket program pelatihan dan silabus yang disesuaikan dengan kompetensi kebutuhan sasaran, sehingga dapat menjadi acuan bagi lembaga pemerintah dan nonpemerintah dalam menyelenggarakan pelatihan PB untuk penyandang disabilitas dan komunitas. Sasaran kurikulum ini juga menjangkau para fasilitator PB inklusi disabilitas. Setelah dilatih menggunakan kurikulum, fasilitator ini diharapkan mampu memfasilitasi program dan kegiatan PB yang inklusif.
Penyelenggaraan pelatihan menggunakan kurikulum ini tidak lain untuk memastikan pemenuhan hak-hak dan partisipasi penyandang disabilitas, terutama dalam penanggulangan bencana yang inklusif sebagaimana diamanatkan dalam kebijakan dan peraturan yang berlaku. Tujuannya yakni untuk menanamkan kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap pada target sasaran kurikulum. Serta, dalam jangka panjang diharapkan mampu menjadi praktik yang dapat mendorong masyarakat menghormati martabat dan keberagaman kemampuan setiap individu dalam penanggulangan bencana.
Guna penyelenggaraan pelatihan inklusif yang lebih komprehensif, lembaga pemerintahan dan nonpemerintah dapat menggunakan kurikulum ini sebagai panduan saat menyelenggarakan pelatihan terkait.