Dalam upaya memperkuat tata kelola kelembagaan desa menuju masyarakat yang lebih tangguh, inklusif, dan berdaya, Arbeiter-Samariter-Bund South and South-East Asia (ASB S-SEA) bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Tim Perizinan Organisasi Masyarakat Asing (TPOA) melaksanakan kegiatan Monitoring dan Evaluasi (Monev) Program Penguatan Tata Kelola Kelembagaan di Desa di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, pada 13–17 Oktober 2025.
Kegiatan ini merupakan bagian dari implementasi Rencana Induk Kegiatan (RIK) ASB periode 2023–2026, yang mencakup enam provinsi dan 25 desa di seluruh Indonesia. Program ini dilaksanakan bersama mitra-mitra lokal seperti Yayasan Sikola Mombine, Yayasan Bintari, JEMARI Sakato, dan PALUMA Nusantara, dengan dukungan pendanaan dari Koalisi Bantuan Kemanusiaan Jerman (ADH), Kementerian Luar Negeri Jerman (GFFO), dan Kementerian Pembangunan dan Kerja Sama Ekonomi Jerman (BMZ).
Selama lima hari pelaksanaan, tim TPOA dan Kemendagri meninjau langsung implementasi kegiatan di lapangan, berdialog dengan pemerintah daerah dan masyarakat penerima manfaat, serta mendengarkan capaian dan pembelajaran yang telah diraih sejak program dimulai pada 2023.
Inklusi Sosial dan Ekonomi Sebagai Inti Program

Menurut Chrysant Lily Kusumowardoyo, Direktur Regional ASB S-SEA, kunjungan Monev ini menjadi kesempatan penting untuk menunjukkan secara langsung bagaimana pendekatan inklusif dijalankan di lapangan.
“Poin utama yang ingin kami tunjukkan adalah bagaimana ASB bersama mitra seperti Sikola Mombine membangun ketangguhan melalui pengembangan sosial ekonomi yang inklusif,” ujar Lily. “Kami ingin tim Kemendagri dan TPOA tidak hanya melihat laporan tertulis, tapi juga berbicara langsung dengan masyarakat, penyandang disabilitas, dan pemerintah desa agar perubahan nyata bisa terlihat.”
ASB memandang inklusi bukan sekadar konsep, melainkan praktik yang harus hadir dalam setiap tahap pembangunan desa—mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Melalui pelatihan dan pendampingan, program ini memperkuat kapasitas pemerintah desa, lembaga masyarakat, dan kelompok rentan agar mampu terlibat aktif dalam pengurangan risiko bencana, aksi iklim, serta peningkatan kesejahteraan ekonomi.
“Sejak pertama kali bekerja sama dengan Kemendagri pada 2007, misi kami tetap sama,” lanjut Lily. “ASB hadir untuk mendukung pemerintah Indonesia memperkuat tata kelola kelembagaan desa dalam membangun ketangguhan masyarakat. Jika izin operasi kami diperpanjang, fokus ini akan terus kami pegang.”
Sinergi dengan Pemerintah Daerah
Dari sisi pemerintah daerah, keberadaan program Pakagasi—nama lokal untuk implementasi program ASB di Kabupaten Sigi—dianggap sangat membantu percepatan pembangunan inklusif. Muhammad Jauhari, Kepala Bidang Ekonomi Bapperida Kabupaten Sigi, menilai kolaborasi antara ASB, Sikola Mombine, dan pemerintah daerah telah memberi kontribusi nyata terhadap kinerja Pemkab Sigi.
“Program Pakagasi kami rancang bersama dan selaraskan dengan program pemerintah daerah,” jelas Jauhari. “Misalnya, dukungan kepada kelompok disabilitas dalam bentuk alat bantu, perekaman KTP, hingga bantuan usaha bagi lebih dari 500 penerima manfaat. Ini sangat membantu peningkatan ekonomi masyarakat dan menurunkan angka kemiskinan di Sigi.”
Selain dampak ekonomi, program juga membawa perubahan dalam proses perencanaan pembangunan daerah.
“Pakagasi membantu kami memasukkan isu-isu gender, disabilitas, dan inklusi sosial ke dalam RPJMD. Dengan begitu, inklusivitas menjadi terukur dan terintegrasi dalam kebijakan daerah,” ungkap Jauhari.
Terkait keberlanjutan, Pemkab Sigi berkomitmen melanjutkan praktik baik yang telah dimulai bersama ASB dan mitra lokal.
“Kami berkomitmen melanjutkan pendampingan terhadap penerima manfaat, agar hasil program tidak berhenti di proyek saja,” ujarnya. “Dengan dukungan perangkat daerah dan kepemimpinan Bupati, kami ingin memastikan kolaborasi ini terus berlanjut untuk kesejahteraan masyarakat yang lebih inklusif.”
Apresiasi dan Catatan dari TPOA

Kegiatan Monev kali ini juga menjadi bagian dari mekanisme pengawasan dan evaluasi terhadap organisasi asing yang bekerja di Indonesia. Ketua TPOA, Tolhah Ubaidi, menyampaikan kesan positif terhadap hasil yang telah dicapai ASB di lapangan.
“Kami sangat mengapresiasi kerja ASB yang nyata menyentuh masyarakat,” kata Tolhah setelah satu hari pemaparan di Kota Palu dan dua hari kunjungan lapangan di Kabupaten Sigi. “Program ini mendorong kesetaraan gender, memperkuat peran perempuan, dan melibatkan masyarakat secara langsung. Itu poin penting yang kami lihat.”
Menurutnya, pelibatan masyarakat menjadi kekuatan utama program ASB. Pendekatan partisipatif membuat warga merasa memiliki program dan terdorong untuk mandiri, misalnya melalui pengembangan UMKM dan kesadaran terhadap perubahan iklim.
“Masyarakat di Sigi terlihat antusias dan merasakan manfaat nyata dalam kehidupan sehari-hari,” tambahnya. “Kalau ada catatan, mungkin bukan kekurangan, tetapi keterbatasan jangkauan. Ke depan, akan baik bila program seperti ini bisa menjangkau wilayah yang lebih luas dan direplikasi di daerah lain.”
Tolhah juga menyoroti pentingnya akses terhadap sumber daya produktif bagi masyarakat.
“Masyarakat berharap ada dukungan tambahan seperti bibit unggul atau modal usaha dengan harga terjangkau. Itu akan memperkuat dampak program di tingkat ekonomi,” ujarnya.
Refleksi dan Harapan ke Depan
Kegiatan Monev di Kabupaten Sigi tidak hanya menjadi ajang evaluasi administratif, tetapi juga ruang pembelajaran bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga non-profit. Bagi ASB, proses ini menegaskan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan kolaborasi lintas sektor dalam mengelola program pembangunan.
Pendekatan yang diterapkan ASB menunjukkan bahwa membangun ketangguhan desa bukan sekadar soal infrastruktur fisik, tetapi juga penguatan kapasitas sosial dan ekonomi masyarakat, terutama kelompok yang selama ini terpinggirkan.
Sebagai organisasi non-profit, ASB S-SEA berperan sebagai mitra pemerintah yang mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional, khususnya dalam bidang pengurangan risiko bencana, adaptasi perubahan iklim, dan pengembangan ekonomi yang inklusif.
Dengan hasil dari Monev kali ini, harapan besar muncul agar kemitraan antara ASB dan Pemerintah Indonesia terus berlanjut melalui perpanjangan Memorandum Saling Pengertian (MSP) periode 2027–2029. Melalui kemitraan yang berlandaskan kepercayaan dan semangat bersama, program-program yang lahir dari kolaborasi ini diharapkan terus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat—dari desa, untuk ketangguhan bangsa.