Belajar dari PIONEER

Penyandang disabilitas dan orang lanjut usia seringkali terpinggirkan dan masih terbelakang dalam beragam situasi kemanusiaan. Mereka sering kali hanya mempunyai kesempatan dan sumber daya yang terbatas untuk turut andil dalam memengaruhi proses perencanaan dan pelaksanaan program kemanusiaan yang berdampak pada kehidupan mereka. Situasi ini diperburuk oleh kesalahpahaman dan stigma terhadap penyandang disabilitas yang masih dianggap sebagai ‘objek amal’, ‘beban’ dan ‘tidak mampu’ oleh masyarakat umum dan pandangan ini juga menjadi tantangan bagi OPDis dalam bekerja untuk mengadvokasi hak-hak disabilitas. Akibatnya, upaya membumikan aksi kemanusiaan, khususnya di Indonesia, belum mengikutsertakan partisipasi Organisasi Penyandang Disabilitas (OPDis) dan/atau Persatuan Lanjut Usia (PLU) sebagai kontributor dan pemimpin dalam program kemanusiaan.

Terkait dengan kesenjangan tersebut, ASB Indonesia & The Philippines berupaya menciptakan kemitraan bermakna antara penyandang disabilitas, orang lanjut usia, dan organisasi kemanusiaan melalui Proyek PIONEER yang telah dilaksanakan pada Februari 2021–Oktober 2022 di Sigi, Sulawesi Tengah, dan Magelang, Jawa Tengah. Partner for Inclusion: Localising Inclusive Humanitarian Response in Indonesia (PIONEER) bertujuan untuk mengurangi marginalisasi OPDis dan PLU dalam aksi kemanusiaan. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan berbagai hambatan yang menghalangi penyandang disabilitas dan orang lanjut usia untuk berperan di level kepemimpinan dalam respons kemanusiaan lokal, termasuk hambatan sikap (seperti stigma terhadap penyandang disabilitas) dan hambatan kelembagaan (seperti kebijakan dan praktik program kemanusiaan yang secara sistematis mengecualikan orang-orang dari kelompok disabilitas dalam program kemanusiaan).

Proyek PIONEER berusaha menghapuskan kesenjangan tersebut dengan memastikan bahwa semua kelompok sasaran dapat diberdayakan dan menjadi lebih kontributif. Untuk mencapai tujuan tersebut, PIONEER paling tidak memiliki lima aktivitas utama. Membangun kemitraan pengelolaan PIONEER dan membekali para mitra untuk melaksanakan proyek secara setara adalah aktivitas yang pertama. Secara praktis, proyek PIONEER melaksanakan tugas-tugas besar pada bagian ini, seperti mengonsolidasikan desain proyek PIONEER, berbagi komitmen dan pembagian kerja melalui konsolidasi mitra bersama, serta memperkuat dan mentransfer kapasitas antar mitra dalam modul. Langkah besar berikutnya dan jadi aktivitas kedua dari proyek ini adalah mengoperasionalkan, menguji, dan meningkatkan mekanisme PIONEER. Proses ini sangat penting dilakukan, dan di saat bersamaan mereka yang melakukannya perlu untuk membangun koneksi dan hubungan yang kuat dengan beragam mitra. 

Ketiga, mengoperasionalkan kerangka kerja yang terkonsolidasi untuk etika, pemantauan, pendampingan, dan bantuan. PIONEER juga telah menetapkan dan menerapkan alat/pendukung kemitraan etis antara semua mitra yang terlibat, seperti kode etik kemitraan, mekanisme umpan balik, dan kerangka Pemantauan, Evaluasi, dan Pembelajaran (MEL). Keempat, menilai efektivitas dan dampak mekanisme PIONEER. Berdasarkan pengalaman PIONEER, sangat penting untuk mengembangkan alat yang dapat mengidentifikasi situasi pada tahap awal proyek (baseline) dibandingkan dengan tahap akhir proyek (end-line), sehingga setiap orang dapat dengan mudah mengamati bagaimana hal-hal berubah di antara situasi-situasi tersebut. dua tahap. Terakhir, PIONEER telah mengambil langkah-langkah untuk menangkap dan menyebarkan pembelajaran proyek secara luas untuk memastikan bahwa lebih banyak orang dan kelompok sasaran memahami tujuan dari inisiatif ini.

Selain menjelaskan tindakan utama, penting bagi setiap pembaca untuk memahami dampak dari fase-fase tersebut juga. Berdasarkan temuan penilaian efektivitas dan dampak dari praktik ini, terlihat bahwa mekanisme PIONEER telah berkontribusi dalam memungkinkan partisipasi dan kepemimpinan OPD dan OPA lokal yang bermakna dalam perencanaan, implementasi dan pemantauan proyek respons kemanusiaan lokal. Pada saat yang sama, mereka juga menunjukkan peningkatan kapasitas, baik pengetahuan maupun keterampilan praktis, pada bidang-bidang tematik berikut: inklusi disabilitas dan lansia, kesiapsiagaan bencana dan respons kemanusiaan yang inklusif, lokalisasi bantuan, manajemen siklus proyek, dan data dalam respons kemanusiaan.

PIONEER juga mencapai hasil positif yang tidak diharapkan di Kabupaten Magelang. Pada tahap awal proyek, berbagai OPD yang ada di Magelang beroperasi secara individual. Mereka tidak memiliki jaringan formal atau kelompok kerja untuk mengkonsolidasikan agenda inklusi disabilitas, tidak seperti di Sigi, Sulawesi Tengah. Dengan bantuan proyek ini, mereka mampu memajukan aktivisme inklusi disabilitas mereka sendiri: mereka telah mengadvokasi dan mempengaruhi pembuatan kebijakan lokal, yaitu peraturan desa tentang inklusi disabilitas.

OPD dan OPA juga menganggap diri mereka sebagai kontributor aktif dalam respon kemanusiaan lokal setelah bergabung dalam Proyek PIONEER. Mereka melaporkan merasa lebih mampu dan percaya diri untuk berkontribusi. Kesadaran mereka akan respons kemanusiaan juga semakin meningkat. Mereka percaya bahwa OPD dan OPA bukan hanya penerima manfaat saja namun harus ada keterlibatan aktif sebagai aktor dalam respon kemanusiaan yang inklusif. Besar kemungkinannya bahwa organisasi lain akan menggunakan pendekatan PIONEER dalam melaksanakan praktik ini dengan kelompok sasaran sebagai pembelajaran ketika melakukan intervensi terhadap lansia dan penyandang disabilitas. Kita perlu menjaga agar mereka tetap mengendalikan kehidupan mereka sendiri untuk menjaga dunia tetap inklusif. Pada titik ini, perlu untuk memotivasi mereka agar dapat terlibat.

Newsletter

Ingin mendapatkan berita dan materi terbaru kami?

Berlangganan newsletter