Bayangkan sebuah daerah mengalami bencana. Kerusakannya parah dan banyak korban. Sinyal dan akses pergerakan di daerah tersebut juga terputus, sehingga bantuan tanggap darurat dari pihak di luar daerah tersebut tidak bisa tersalurkan tepat waktu. Apa yang akan dilakukan, dan siapa yang akan berperan besar?
Sebuah konsep bernama pelokalan dapat menjadi proses untuk menjawab pertanyaan di atas. Pelokalan adalah konsep atau proses untuk memperkuat dukungan bagi para aktor kemanusiaan di tingkat lokal, termasuk kepada masyarakat terdampak. Fungsinya yakni agar mereka dapat menjadi penanggap pertama dan memenuhi kebutuhan mereka sendiri di situasi tanggap darurat bencana. Respons yang datang dari aktor lokal sangat penting dalam menanggapi situasi darurat sesegera mungkin. Peran aktif dan kepemimpinan aktor lokal dalam situasi bencana dapat meningkatkan efektivitas penanganan bencana.
“Partners for Inclusion: Localising Inclusive Humanitarian Response” (Mitra untuk Inklusi: Pelokalan Respons Kemanusiaan Inklusif) yang kemudian disebut dengan PIONEER merupakan program yang menerapkan konsep pelokalan di dalamnya. Program ini merupakan pengembangan mekanisme yang dibangun untuk memperkuat peran aktor lokal dalam respons kemanusiaan melalui kemitraan yang inklusif, berkualitas, dan setara, khususnya peran penyandang disabilitas dan orang lanjut usia.
Program PIONEER merupakan kemitraan dan kolaborasi melalui konsorsium yang dikelola oleh Arbeiter-Samariter-Bund (ASB) Indonesia and the Philippines, Humanitarian Forum Indonesia (HFI), Advocacy for Disability Inclusion (AUDISI), dan Resilience Development Initiative (RDI), serta mendapat asistensi dari Tim Komite Penasihat (Advisory Committee). Program ini dilaksanakan di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah pada kurun waktu 1 Februari 2021 hingga 30 September 2022. PIONEER didanai oleh Elrha’s Humanitarian Innovation Fund dan Pemerintah Inggris (UK’s Foreign, Commonwealth & Development Office).
Selama pelaksanaannya, program ini telah menghasilkan beragam produk. Dua di antaranya adalah buku praktik baik terkait pelokalan dan modul pelatihan.
Pertama, buku praktik baik berjudul “Pelokalan dalam Membangun Kesiapsiagaan dan Respons Kemanusiaan yang Inklusif”, dikembangkan dengan tujuan untuk memberikan pembelajaran hasil pelaksanaan mekanisme model PIONEER dalam meningkatkan inklusivitas, serta memfasilitasi para aktor di dalamnya yakni Organisasi Penyandang Disabilitas (OPDis), organisasi orang lanjut usia, organisasi respons kemanusiaan lokal, dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk mampu mendesain, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi program kemanusiaan.
Kedua, produk yang dihasilkan berupa Modul Pelatihan Rencana Kesiapsiagaan dan Respons Kemanusiaan Inklusif. Modul ini telah digunakan sebagai acuan untuk memberikan pelatihan kepada penerima manfaat di Kabupaten Sigi dan Kabupaten Magelang, dengan membawa tiga nilai utama, yakni partisipasi bermakna, peningkatan kapasitas, serta kemitraan yang setara. Terdapat lima paket materi di dalamnya, yakni (1) Inklusi Disabilitas dan Lanjut Usia termasuk Penilaian Aksesibilitas untuk Partisipasi Bermakna, (2) Data dalam Respons Kemanusiaan, (3) Kesiapsiagaan Bencana dan Respons Kemanusiaan Inklusif, (4) Pelokalan Bantuan dalam Respons Kemanusiaan, serta (5) Manajemen Siklus Proyek.
Tidak hanya untuk pelaksana program PIONEER, buku praktik baik dan modul ini dapat digunakan oleh pihak-pihak lain yang memiliki minat untuk mendukung respons kemanusiaan yang inklusif. Bahan pembelajaran ini dapat dimodifikasi maupun direplikasi oleh lembaga lain dengan mencantumkan PIONEER sebagai referensi. Keduanya dapat diakses melalui tautan berikut:
Klik di sini untuk unduh Modul Pelatihan Rencana Kesiapsiagaan dan Respons Kemanusiaan Inklusif