Peer Visit: Langkah Menguatkan Inklusi Disabilitas pada Pengurangan Risiko Bencana

Iklim pelaksanaan organisasi perlu berorientasi pada perkembangan kualitas pengelolaan di dalamnya. Ketidaksempurnaan organisasi saat ini dapat diatasi selama SDM di dalamnya punya keinginan untuk belajar, termasuk dari organisasi/tempat lainnya. Aktivitas peer visit menjadi salah satu bentuk untuk mendapatkan pembelajaran terkait praktik baik yang organisasi lain sudah lebih dulu melakukannya, sekaligus mendapatkan umpan balik dari proses kunjungan tersebut.

Program Penerapan Standar dan Panduan Inklusi Kemanusiaan dalam Kesiapsiagaan Bencana melalui Penguatan Kapasitas Terlembaga (PASTI), merupakan bagian dari konsorsium di delapan negara. Tiga negara di antaranya merupakan representasi dari Asia, yakni Indonesia, Bangladesh, dan Myanmar. Peer visit menjadi salah satu aktivitas yang dilakukan oleh negara-negara Asia yang tergabung di program tersebut. Ketiganya diwakili oleh Arbeiter-Samariter-Bund (ASB) Indonesia & The Philippines, Centre for Disability in Development (CDD) Bangladesh, dan Malteser International Myanmar untuk saling belajar terkait praktik baik dari tiap organisasi, terutama yang berkaitan dengan isu pengurangan risiko bencana (PRB) yang lebih inklusif.

Ketiga organisasi ini melakukan peer visit dengan objektif yang berbeda. Pertama, peer visit yang dilakukan oleh CDD Bangladesh ke ASB Indonesia & The Philippines dilakukan di Indonesia selama delapan hari untuk mengamati dan mempelajari praktik baik dalam melembagakan inklusi penyandang disabilitas, mempelajari inovasi dalam meningkatkan kapasitas dan aksesibilitas, serta melakukan pertukaran pembelajaran dalam proses pengimplementasian proyek. Kedua, ASB Indonesia & The Philippines juga melakukan kunjungan sebaliknya ke CDD Bangladesh selama lima hari. Objektif kunjungan tersebut untuk mengobservasi dan mempelajari perencanaan strategis dan praktik baik terkait respons kemanusiaan, mempelajari inovasi untuk mengurangi hambatan dalam proses inklusi, serta bertukar pembelajaran dalam pengimplementasian proyek Konsorsium PRB. Ketiga, Malteser International Myanmar melakukan peer visit secara daring ke ASB Indonesia & The Philippines selama enam hari dengan tujuan untuk mengobservasi program PRB, mengembangkan dan mengimplementasikan bantuan respons kemanusiaan dan kesiapsiagaan bencana, serta meningkatkan jaringan kemitraan antara organisasi penyandang disabilitas (OPDis) dan organisasi kemanusiaan lainnya di tingkat regional.

Proses peer visit ini juga menjadi metode untuk melihat perbedaan program yang dilakukan ataupun belum dilakukan oleh tiap negara terkait. Misalnya saja Indonesia memiliki program pengembangan kurikulum pelatihan penanggulangan bencana inklusif bagi penyandang disabilitas dan pendamping penanggulangan bencana, sedangkan representasi Bangladesh belum melakukannya. Sebaliknya, Bangladesh memiliki program untuk menguatkan mata pencaharian yang berketahanan iklim bagi warga (seperti mendukung menjahit, beternak unggas dan ternak, ataupun usaha kecil), sedangkan representasi Indonesia belum melakukannya.

Salah satu yang unik dari proses peer visit ini adalah pelibatan rekan-rekan penyandang disabilitas. ASB Indonesia & The Philippines turut diwakili oleh tiga orang penyandang disabilitas; dua orang disabilitas daksa, dan satu orang disabilitas netra. Isu inklusi PRB sejatinya perlu didorong untuk menyaring suara kelompok rentan. Kehadiran rekan-rekan penyandang disabilitas dalam proses ini ibarat menjadi suara yang lebih dekat dalam menyampaikan keresahan terkait inklusi PRB dan juga diharapkan mampu memperoleh pembelajaran sebaik mungkin dari negara yang dikunjungi, untuk kemudian dikembangkan ke dalam beragam bentuk, seperti fasilitasi bagi penyandang disabilitas lainnya, penyempurnaan program, hingga menguatkan inovasi program berikutnya yang lebih solutif.

Perbedaan pembelajaran dari masing-masing negara saat peer visit, serta usaha untuk menjadikan peer visit sebagai metode yang inklusif ini, tentu menjadi sumber pembelajaran berharga bagi organisasi untuk makin menyempurnakan gerakan selanjutnya terkait pengurangan risiko bencana. Selain itu, ini juga menjadi dorongan bagi organisasi untuk merumuskan program yang lebih siap dalam menyelesaikan masalah yang ada, dengan mengacu kepada rekomendasi yang diberikan oleh organisasi di negara terkait.

Newsletter

Ingin mendapatkan berita dan materi terbaru kami?

Berlangganan newsletter