Simulasi pada Banjir Demak yang Kedua [Bagian 1 Cerita Perjalanan Respon Banjir Demak Kedua]

“Banjir Februari lalu itu seperti simulasi.” Asrofi di Jumat (22/03) siang yang lengas di depan Terminal Kudus mengatakan hal itu sambil tersenyum kepada tim ERT ASB yang turun untuk kedua kalinya merespons banjir Demak.

Kronologis dan Dampak Banjir

Pada 17 Maret 2024, tanggul Sungai Wulan yang berada di perbatasan antara Kabupaten Demak dan Kudus kembali jebol. Hal ini terjadi setelah hujan dengan intensitas tinggi mengguyur wilayah Jawa Tengah sejak Rabu, 13 Maret 2024.

Dari rilis yang disampaikan oleh BNPB, berdasarkan Laporan Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Demak pada Senin (18/3) tercatat sebanyak 89 desa di 11 kecamatan di Kabupaten Demak terendam banjir dengan ketinggian antara 30-80 sentimeter. Kecamatan terdampak banjir, antara lain Kecamatan Demak, Karangtengah, Sayung, Mranggen, Wonosalam, Karanganyar, Karangawen, Kebonagung, Guntur, Dempet, dan Gajah.

Akibat bencana tersebut, sebanyak 93.149 jiwa terdampak dan 22.725 jiwa diantaranya mengungsi. Pemerintah Kabupaten Demak telah mendirikan lokasi pengungsian di 45 titik.

Belajar dari Banjir Pertama

Wilayah Desa Karanganyar, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak berlokasi di dataran alluvial di pinggir sungai Wulan. Bahkan, sebagian wilayah desa ini berada di bawah tanggul sungai. Sementara itu, Sungai Wulan juga menjadi batas antara wilayah Kabupaten Demak dengan Kudus.

Desa Karanganyar juga berada di samping Jembatan Tanggul Angin. Sebuah jembatan megah yang membentang di atas Sungai Wulan dan menghubungkan wilayah Kabupaten Demak dan Kudus.

Di caturwulan pertama tahun 2024 ini, Desa Karanganyar sudah dua kali dilanda banjir besar. Banjir pertama terjadi di Bulan Februari dan sekarang ini di Bulan Maret 2024 banjir kembali menyapa wilayah desa.

Warga Karanganyar pun kembali harus mengungsi. Namun, kali ini ada yang berbeda. Saat banjir terjadi di bulan Maret, warga telah jauh lebih siap dan tidak lagi panik seperti ketika melakukan evakuasi banjir di Februari lalu.

Kali ini, Asrofi bercerita bahwa sebelum banjir Maret melanda pemukimannya, terdengar sayup suara sirine peringatan. Saat itu suara sirine bersamaan dengan suara hujan, kataAsrofi. Warga pun dengan tertib menyelamatkan diri naik ke Jembatan Tanggul Angin. Sementara berbagai barang dan alat elektronik yang berada di rumah sudah lebih dahulu diselamatkan.

Pada banjir kali ini juga tidak ada lagi warga yang bertahan di rumah masing-masing dan justru menyulitkan proses evakuasi. Semua sudah sadar dan memilih untuk mengungsi ketimbang harus terjebak di rumah sendiri.

Semua ini tentu tidak terlepas dari pengalaman menghadapi banjir yang terjadi di bulan Februari lalu. Kala itu, air menerjang perumahan warga di Karanganyar tanpa permisi lebih dulu. Ketika warga bersiap hendak tidur, justru air menerjang, akhirnya semua panik dan makin diperparah karena kondisi mati lampu.

Dalam gelap itulah semua proses evakuasi dilakukan. Asrofi bercerita, bahwa hingga subuh dirinya harus membantu evakuasi berjalan. Sementara itu, Eko Bambang, seorang relawan dari Kudus yang turut melakukan evakuasi menyampaikan, bahwa tak jarang mereka tersesat di gang-gang dalam permukiman. Belum lagi, perahu karet yang digunakan untuk evakuasi bisa saja robek terkena atap rumah warga jika kurang kehati-hatian.

Dari pengalaman itulah, maka Asrofi mengibaratkan banjir Februari lalu semacam “simulasi atau latihan”. Kemudian masyarakat belajar dari “latihan” itu danditerapkan di bulan Maret ketika banjir melanda lagi.

Mengungsi ke Kudus

Dari kedua banjir yang terjadi, kesamaannya adalah warga Desa Karanganyar memilih mengungsi di wilayah Kabupaten Kudus. Mereka tidak mengungsi ke lokasi lain di wilayah Kabupaten Demak, karena alasan akses menuju tempat evakuasi tersebut yang tergenang banjir, sehingga tidak bisa ditembus.

Namun, dalam banjir Maret ini, ada persoalan lain yang terjadi, yaitu karena demikian luasnya dampak banjir, hingga ke Kabupaten Kudus, Pati, Jepara, Kendal, dan Semarang. Dalam konteks pengungsi dari Desa Karanganyar, kini Kabupaten Kudus tempat mereka biasa mengevakuasi diri juga perlu memperhatikan wilayahnya sendiri.

Sempat terjadi perselisihan pendapat menyangkut tempat pengungsian di kantor DPRD Kabupaten Kudus. Di sana sebelumnya warga Desa Karanganyar mengungsi. Namun, di bulan Maret ini tempat tersebut diperuntukkan bagi pengungsi dari wilayah Kudus sendiri.

Syukurlah, semua kesalahpahaman itu dapat berakhir dengan baik. Kini, sebagian warga Desa Karanganyar mengungsi di beberapa titik di Kabupaten Kudus, seperti di Pasar Sayur dan Buah Saerah, Kompleks JHK (Jamaah Haji Kudus), dan lainnya.

Di Komplek JHK, kurang lebih terdapat 200 kepala Keluarga atau sekitar 800 jiwa yang mengungsi. Di sini berbagai institusi pemerintah dan non-pemerintah mendampingi para pengungsi dengan menyediakan sarana bermain anak, dapur umum, air bersih dan lainnya.

Menjadi pengungsi di tengah bulan Ramadhan tentu menjadi hal lain yang harus dihadapi oleh warga Desa Karanganyar. Syukurlah di kompleks JHK juga berdiri masjid yang cukup besar dan menyelenggarakan Sholat Tarawih dan berbagai kegiatan lain di bulan suci ini. Semoga hal tersebut mampu meringankan sedikit beban para pengungsi dan mampu mendukung mereka secara spiritual.

 

Ditulis oleh: Sridewanto Pinuji (MEAL Manager ASB Indonesia and the Philippines dan Tim Emergency Response Banjir Demak)

Newsletter

Ingin mendapatkan berita dan materi terbaru kami?

Berlangganan newsletter