Organisasi Penyandang Disabilitas (OPDis) memainkan peran penting dalam upaya mewujudkan inklusi sosial di masyarakat. Mereka bekerja untuk memastikan bahwa hak-hak serta kebutuhan penyandang disabilitas dapat terakomodasi dalam beragam situasi, termasuk dalam situasi darurat kebencanaan. Penyandang disabilitas dalam masyarakat yang inklusif memiliki peran yang setara dan juga menjadi bagian penting dalam pembangunan yang berkelanjutan.
Program Penerapan Standar dan Panduan Inklusi Kemanusiaan dalam Kesiapsiagaan Bencana melalui Penguatan Kapasitas Terlembaga (program PASTI), merupakan program garapan Arbeiter-Samariter-Bund (ASB) Indonesia and the Philippines yang turut melibatkan peran OPDis secara aktif di dalamnya. Kesiapan OPDis dalam dunia kemasyarakatan sangat berpengaruh terhadap kesuksesan tujuan untuk mencapai dunia yang lebih inklusif, sehingga perlu adanya pelibatan aktif OPDis dalam merespons permasalahan yang ada.
OPDis sebagai Perumus Ide (Ideator)
Penyusunan kebijakan terkait inklusivitas perlu dilakukan bersama dengan penyandang disabilitas, khususnya perwakilan OPDis. Organisasi ini umumnya memiliki pengetahuan, pengalaman, dan wawasan tentang tantangan yang dihadapi oleh komunitas mereka. OPDis penting dilibatkan sebagai sumber informasi sekaligus perumus ide/gagasan yang reflektif. Mereka perlu dilibatkan dalam pertemuan untuk menyampaikan pengalaman serta memberikan masukan yang relevan terkait kebutuhan dan aspirasi kelompok penyandang disabilitas. Dengan demikian, kebijakan dan inisiatif yang dihasilkan akan lebih responsif dan memperhitungkan kepentingan semua pihak.
Salah satu aktivitas yang merefleksikan pelibatan OPDis sebagai perumus ide adalah proses penyusunan Kurikulum Pelatihan Penanggulangan Bencana Inklusif untuk Penyandang Disabilitas dan Fasilitator Penanggulangan Bencana Inklusif, yang disusun oleh ASB dan Pusdiklat BNPB. Di dalamnya, terdapat struktur dan indikator kurikulum yang disusun melalui proses kolaborasi bersama para OPDis di Provinsi Lampung dan Jawa Tengah.
OPDis sebagai Pelaksana Program
Pemetaan kebutuhan yang spesifik juga relevan jika disusun oleh OPDis. Pengetahuan terhadap kebutuhan itu perlu diaktualisasikan dalam pelaksanaan program/pelatihan. OPDis memiliki kapasitas untuk menyelenggarakan program. Pelaksanaan program yang dilakukan oleh OPDis merefleksikan bahwa organisasi ini telah menjadi aktor kemanusiaan untuk mendorong perubahan sosial yang positif. Pelibatan aktif OPDis sebagai pelaksana juga akan secara langsung menguatkan kapasitas kepemimpinan dan kontribusi penyandang disabilitas dan kelompok berisiko lainnya dalam kesiapsiagaan bencana dan respons kemanusiaan.
Sebagai pelaksana program, OPDis dapat mengimplementasikannya ke dalam berbagai bentuk, seperti pemberdayaan masyarakat, penyediaan akses, advokasi, peningkatan kesadaran dan pendidikan, serta memperluas jejaring dan dukungan bagi para penyandang disabilitas. Peran aktif ini berkontribusi signifikan bagi upaya mewujudkan masyarakat yang lebih adil dan inklusif.
OPDis sebagai Fasilitator
Kata “fasilitator” erat kaitannya dengan proses mendampingi. Peran aktif OPDis sebagai fasilitator ini diimplementasikan pada proses memastikan aksesibilitas dan kesetaraan dalam berbagai konteks. OPDis dapat mengadvokasi berbagai hal saat berperan sebagai fasilitator, termasuk dalam penyediaan akses lingkungan yang ramah disabilitas, komunikasi dan informasi yang inklusif, serta akses ke layanan sosial. Fasilitator menjadi peran yang paling dekat dengan target, karena proses komunikasinya dijalankan secara langsung.
Kurikulum pada program PASTI turut melibatkan OPDis menjadi fasilitator pada tiga bidang, yakni fasilitator pengurangan risiko bencana inklusif, fasilitator kesiapsiagaan inklusif, dan fasilitator respons kemanusiaan inklusif. Tugasnya untuk mendiseminasikan hasil kurikulum, termasuk memberikan panduan tentang kesiapsiagaan darurat kepada para penyandang disabilitas dan masyarakat luas di tingkat daerah.
Pelibatan OPDis pada peran-peran di atas merupakan upaya untuk mempercepat tercapainya inklusi sosial, terutama dengan memperbanyak pelibatan aktor kemanusiaan untuk merespons kondisi sosial yang ada. Pembangunan kapasitas kelompok paling berisiko juga perlu diperkuat agar tidak ada lagi yang tersisihkan.